Halaman

Kebinasaan Diri, Akibat Teman yang Tidak Baik...!

#HadistKe2
'Ummul Mukminin, Ummu Abdillah, Aisyah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda,"Satu pasukan tentara akan menyerang Ka'bah. Ketika di suatu tanah lapang, mereka semua dibenamkan (ke tanah)."
Aisyah bertanya, " Ya Rasulullah, mengapa mereka dibinasakan semuanya. Padahal, di antara mereka terdapat kaum awam (yang tidak mengerti persoalan) dan bukan orang-orang yang bukan golongan mereka (mereka ikut karena tepaksa) ? " Rasulullah bersabda, " Mereka semua dibinasakan. Kemudian mereka akan dibangkitkan (pada hari Kiamat) sesuai niat mereka." (Muttafaq 'alaihi)
Pelajaran dari Hadist...!
1. Perhitungan kebaikan dan keburukan didasarkan pada niat
2. Peringatan untuk tidak berteman dengan orang orang yang tidak baik
3. Anjuran untuk berteman dengan orang orang baik
4. Berita dari Rasulullah tentang perkara perkara yang gaib yang harus dipercaya apa adanya. Kita juga wajib percaya bahwa perkara-perkara itu akan terjadi sebagaimana diberitakan karena semua yang dikatakan Rasulullah adalah wahyu.
{Syarah dan Terjemah Riyadhus Shalihin Jilid 1}

VOCER WAKAF UNTUK PENGHAFAL AL QUR'AN.... !

MARI BOOKING TIKET KE SURGA
(Patungan Bikin Sumur Bor dan Saung)
=======================
2 Program Yang Sangat Mendesak
Kampus 2 Soreang Ponpes Hidayatullah Bandung.

Mari kita hadiahkan kepada para santri, SUMUR BOR Dan SAUNG TAHFIZH sebagai tempat yang setiap saat akan dilantunkannya ayat-ayat Allah.
1. Wakaf Sumur Bor
Vuocer : 150.000/lembar
Total 400 lembar ( Rp. 60.000.000)
Keberadaan air menjadi kebutuhan dasar dan mendesak di Kampus 2 Soreang Pondok Pesantren Hidayatullah Bansung saat ini. Setiap bulan tidak kurang dari 1,3jt dana yang harus dikeluarkan untuk membayar cicilan air.
Santri angkatan pertama berjumlah 9 orang mereka dengan penuh semangat dan istiqamah terus belajar dengan fasilitas apa adanya yang penuh dengan keterbatasan.
Pendidikan formal dengan program unggulan tahfizh al qur'an dan berbeasiswa diharapkan bisa lahir generasi hafizh al qur'an yang berjiwa pemimpin.
Semoga program Wakaf SUMUR BOR ini menjadi tambahan motivasi untuk mereka dan terus semangat dalam menuntut ilmu.
2. Wakaf Saung Tahfizh
Vocer : Rp. 100.000/lembar
Total : 200 lembar / Rp. 20.000.000
Alhamdulillah, Program pengembangan kampus 2 soreang sudah kami mulai, dalam rangka realisasikan sebuah harapan besar dan amanah dari ummat.
Santri angkatan pertama berjumlah 9 orang mereka dengan penuh semangat dan istiqamah terus belajar dengan fasilitas apa adanya yang penuh dengan keterbatasan.
Dalam kesempatan yang sama selain program diatas kami juga sampaikan program Wakaf SAUNG TAHFIZH sebagai upaya untuk memberikan pelayanan terbaik kepara para petugas Allah -penjaga firmannya- yaitu para penghafal al qur'an
Semoga program Wakaf SAUNG TAHFIZH ini menjadi tambahan motivasi untuk mereka dan terus semangat dalam menuntut ilmu.
Semoga Allah memudahkan urusan kita semua. Amin..
💳 Rekening Donasi :
1. No Rek : 72 444 555 27, Bank Syariah Mandiri.
2. No Rek : 42 000 000 26, Bank BNI Syariah.
3. No Rek : 131 000 6886 123, Bank Mandiri
4. No Rek : 437 0918 444, Bank BCA
an. Yayasan Hayatan Thayyibah Hidayatullah Bdg.
Informasi Program:.
0853 3471 0178 (J Harianto Solin/Admin MTs-MA Tahfizh Al Qur'an Hidayatullah Bandung)
0858 6035 3700 (Ust. Hermasyah)
0857 9596 5806 (Ust. Abdul Wahid)
Pondok Pesantren Hidayatullah Bandung :
KAMPUS 1
Alamat : Jl. Re. Suanda No.18A Pasirleutik, Padasuka, Bandung 40192, Tlpn. (022) 7232276
KAMPUS 2
Alamat : Kp. Cijengkol, Desa. Sadu, Kec. Soreang, Kab. Bandung (50 meter sebelum taman love)
Bantu Bagikan Ya......
Semoga Allah mencurahkan keberkahan bagi sahabat yang sudah membagikan pesan ini.. amiin

Dokumentasi Kegiatan Di Ponpes

INALAH KEGITAN KAMI DI MTS DAN MA TAHFIZH AL QUR'AN HIDAYATULLAH BANDUNG.
TENTUNYA PEMBENAHAN DAN PERBAIKAN INSYA ALLAH AKAN TERUS DILANJUTKAN DEMI, IKUT ANDIL DALAM MEMPERBAIKI PENDIDIKAN DI NEGERI TERCINTA INI TERKHUSUS PENDIDIKAN ISLAM DIMASA KINI.















Bidadari Surga !

Dalam hembusan angin
Ku goreskan tinta diatas kosongnya kertas
Segala kata yang terlintas, kutulis sebuah Cinta
Cinta yang tak mungkin dapat tersurat
Dan tak dapatpula tersirat.
                 
Sungguh.........
Kasih sayang darinya telah dapat kurasa
Hingga hati ini, semakin merasa
Rasa yang berawal dari dalam sukma
Kini menjadi tetesan air mata

Teringat...........
Dulu kala si kecil diasuhnya
Walau sesulit apapun tak menjadi beban hidupnya.
Dengan keikhlasan ia berikan yang terbaik
Tanpa kenal lelah juga letih

Kini....
Waktu yang telah lalu tak dapat ku ulang kembali
Masa lalu akan tetap masa lalu
Yang tersisa hanyalah sebuah kenangan
Kenangan yang menyertai do'a dalam sujudku

Mataku.....
Seakan berkeringat kesedihan.
Angin berhembus menjatuhkan butir-butir bening
Biarlah mata ini haus dan kering
Namun cintaku takkan pernah hilang dan kering

Untukmu....
Wahai Bidadari Surga............

Kelas XI MA
Akmal Dinul Islam

Hadist Tentang Niat Dalam Beramal !

PENTINGNYA MENATA NIAT DALAM SETIAP BERAMAL
 
Amirul Mukminin, Abu Hafsh, Umar bin Khaththab ra. berkata, "Aku mendengar Rasullah saw. bersabda, 'Segala perbuatan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan (pahala) apa yang diniatkannya. Barangsiapa berhijrah (ke madinah) untuk mencari ridho Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa berhijrah untuk mencari harta dunia atau untuk seorang perempuan yang hendak nikahi, maka hijrahnya hanya untuk itu (tidak mendapatkan pahala di sisi Allah)." (Muttafaq'alaihi). Diriwayatkan oleh Imamnya para ahli hadist Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah Bardizbah Al-Ju'fy Al-Bukhari dan Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairi Annaisabury ra.

Pelajaran-Pelajaran Hadist
1. Para ulama sepakat bahwa niat adalah syarat mutlak agar suatu amal diganjar atau dibalas dengan pahala. Namun, apakah niat merupakan syarat sahnya suatu amal atau perbuatan, mereka berbeda pendapat. Ulama Syafi'iyah menyebutkan, "Niat adalah syarat sahnya suatu amal atau perbuatan yang bersifat 'pengantar' seperti wudhu, dan yang bersifat 'tujuan' seperti sholat.
2. Niat dilakukan di hati, dan tidak ada keharusan untuk diucapkan.
3. Iklas karena Allah merupakan salah satu syarat diterimanya amal atau perbuatan

"Disari dari kitan Syarah Riyadhus Shalihin Imam Nawawi"

Kami Para Santri Juga Peduli Raohingnya

Belajar adalah keharusan, Bahkan jika rasa sakit yang menjadi Guru Kita.
Ini semua karena aqidah yang sama dan juga sebagai makhluk yang sama. Kami peduli..
#saverohingnya
#santripeduli


Pondok Pesantren Hidayatullah Bandung Tampak Dari Depan










Santri MTs dan MA Tahfizh Al Qur'an Hidayatullah Peduli Rohingnya


Motivasi belajar hadits Nabi

Hadits nabi adalah wahyu Alloh azza wa jalla. Ia merupakan penjelas kalamulloh al-Qur’an. Kedua-duanya merupakan pedoman utama bagi seorang muslim dalam hukum dengan segala seginya. Memahami dan mempelajari hadits Nabi adalah bekal utama seseorang dalam itiba ar-Rosul sebagai syarat diterimanya ibadah.
Imam an-Nawawi rohimahulloh mengatakan:
Maka sesungguhnya menyibukan dengan ilmu merupakan taqorub dan ketaatan yang lebih utama, kebaikan yang sangat penting, ibadah yang sangat di tekankan, dan yang lebih utama untuk menafkahkan waktu berharga untuknya… Dan diantara ilmu yang sangat penting adalah mengetahui hadits-hadits Nabi [1].
Muhamad Syuhud seorang pentahqiq kitab hadits Badrudtamam karya al-Magribi mengatakan dalam muqodimah kitabnya:
Alloh telah menurunkan kitab-Nya yang mulia pada Nabi yang ummie sholallohu alaihi wasalam untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya dengan ijin tuhan-Nya. Dan agar dijadikan syari’ah dan manhaj.  Dan Dia menurunkan as-Sunnah yang mulia untuk menjelaskan hal-hal yang butuh penjelasan, menerangkan akan hal-hal yang butuh keterangan, merinci apa-apa yang butuh dirinci, maka hal ini menjadikan al-Kitab danas-Sunnah dua keharusan yang satu diantaranya tidak bisa dipisahkan dari yang lain. [2]
Kedudukan mulia hadits Nabi sebagaimana kedudukan as-Sunnah dalam Islam. Mempelajarinya berarti mengantarkan penuntutnya meraih kemuliaan. Hadits Nabi adalah ilmu yang hakiki dan kebenaran yang pasti.
Imam Syafii rohimahulloh menuturkan:
كُلُّ الْعُلُومِ سِوَى الْقُرْآنِ مَشْغَلَةٌ                          إِلَّا الْحَدِيثَ وَإِلَّا الْفِقْهَ فِي الدِّينِ
الْعِلْمُ مَا كَانَ فِيهِ قَالَ حَدَّثَنَا                             وَمَا سِوَى ذَاكَ وَسْوَاسُ الشَّيَاطِينِ
Seluruh ilmu selain al-Qur’an menyibukan ** Kecuali hadits dan fiqih dalam agama
Ilmu adalah yang diriwayatkan kepada kami ** Selain itu adalah was-was syaiton
Mempelajari hadits Nabi secara umum adalah hal yang sangat mulia sekali dalam Islam. Hal ini, karena kedudukan hadits itu sendiri sebagai pedoman keselamatan manusia. Berikut ini beberapa keutamaan mempelajari hadits Nabi:
Mempelajari hadits berarti mempelajari kepribadian tauladan manusia.
Rosululloh sholallohu alaihi wasalam tauladan utama dalam memahami dan mengamalkan Islam. Ucapan, prilaku, keputusan yang bersumber dari Rosululloh sholallohu alaihi wasalam merupakan petunjuk yang benar dalam meniti Islam, inilah yang disebut dengan hadits. Maka mepelajari hadits akan menyebabkan meraih ridho Alloh dan kebahagiaan akherat. Alloh azza wajalla berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rosululloh itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Alloh dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Alloh.” (QS. Al-Ahzab: 21)
Muhammad bin Ali as-Syaukani rohimahulloh mengatakan tentang ayat di atas, “Banyak sekelompok dari kalangan sahabat yang berdalil dengan menggunakan ayat ini untuk berbagai banyak masalah yang meliputi di dalam kitab-kitab as-Sunnah,” [3]
Abdurahman bin Nasir as-Sa’di rohimahulloh mengatakan:
Ahli ushul banyak yang berdalil dengan ayat ini akan hujjah-nya prilaku Rosululloh sholallohu alaihi wasalam.  Maka hukum asalnya adalah bahwa (Rosululloh) adalah tauladan ummatnya dalam masalah hukum kecuali jika ada dalil yang menunjukan kekhususan beliau. Tauladan itu ada dua jenis, yaitu tauladan yang baik dan tauladan yang buruk, maka tauladan yang baik ada pada diri Rosululloh sholallohu alaihi wasalam, Maka seseorang yang mengikutinya adalah orang yang menempuh jalan meraih karomah Alloha yaitu shirotolmustaqim sedangan meneladani selainnya jika menyelisihinya maka itu merupakan tauladan yang buruk. [4]
Berkaitan dengan ayat di atas Alloh berfirman memuji keagungan akhlak Rosul-Nya dan ini menunjukan keagungan akhlak tauladan umat manusia:
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (QS. al-Qolam [68]: 4)
 Mempelajari hadits Nabi sebagai wasilah meraih kebahagiaan dunia akherat.
Kebahagiaan yang akan diraih dari seorang yang mempelajari hadits jika ia mengamalkannya dengan senantiasa berpegang teguh terhadapnya, tidak akan tersesat di dunia dan tidak akan tersiksa di akherat karena hadits adalah petunjuk Nabi. sholallohu alaihi wasalam, Alloh ta’ala berfirman:
فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى
“Barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku dia tidak akan sesat  dan tidak akan celaka.” (QS. Thoha: 123).
Rosululloh sholallohu alaihi wasalam bersabda:
(( إنِّي قد تركت فيكم شيئين لن تضلُّوا بعدهما: كتاب الله وسنَّتي ))
“Sesungguhnya aku telah tinggalkan untuk kalian dua perkara yang kalian dengannya tidak akan tersesat: Kitabulloh dan sunnahku.” (HR. al-Hakim)
Imam Ibnu Qoyim al-Jauziyah rohimahulloh mengatakan:
Dan tatkala kebahagiaan seorang hamba di dunia dan akherat terkait dengan petunjuk Nabi sholallohu alaihi wasalam maka wajib bagi seorang yang menasehati dirinya sendiri, yang lebih mencintai keselamatan dan kebahagiaan untuk mengetahui petunjuk dan perjalanan hidupnya serta kondisinya yang mengeluarkan dirinya dari kejahiliyahan.” [5]
Mempelajari hadits adalah Bekal pembinaan umat di bawah naungan wahyu ilahi
Al-Qur’an dan as-Sunnah induk dari semua ilmu. Dan ilmu yang benar adalah ilmu yang selaras dengan keduanya dan tidak bertentangan dengan dua wahyu Alloh tersebut. Seseorang yang ingin mendalami Islam atau bagi seorang yang mengusung dakwah mulia ini harus mempelajari hadits Nabi karena syarat dakwah harus sesuai dengan Qur’an dan Sunnah. Terlebih mengusung dakwah untuk kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah.
Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
“Dan sungguh tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali agar mereka dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah:122)
Para shohabat Rosul yang tidak berangkat jihad atas ijin beliau dalam sariyah (utusan perang yang Nabi tidak ikut serta di dalamnya), mereka belajar kepada Rosululloh sholallohu alaihi wasalam. Mempelajari apa-apa yang diwahyukan Alloh kepada Nabi mereka, baik berupa wahyu al-Qur’an maupun hadits.
Berkaiatan dengan ayat di asat Ibnu Katsir rohimahulloh berkata:
Jika pasukan perang sariyah  telah pulang sedangkan telah turun setelah mereka Qur’an yang telah dipelajari oleh orang yang tidak ikut serta perang (dengan ijin Nabi) dari Nabi sholallohu alaihi wasalam mereka berkata, “Sesungguhnya Alloh telah menurunkan al-Qur’an kepada Nabi kalian dan kami telah mempelajarinya.” Maka pasukan sariyah-pun mempalajari apa yang telah turun kepada Nabi mereka. [6]
Maka ayat ini harus dijadikan motivasi bagi orang yang sedang membina ummat agar ia lebih semangat belajar kitab wahyu ilahi untuk bekal dirinya dan juga umatnya. Dan sungguh tidak pantas orang yang mendakwahkan Qur’an Sunnah tapi ia tidak mengeti akan keduanya.
Mempelajari hadits Nabi sebagai benteng membela Rosul dari para pencela dan pendusta.
Sejak munculnya firqoh-firqoh sesat. Maka para ulama hadits senantiasa waspada dalam menerima hadits. Mereka meletakan kaidah-kaidah untuk menjaga hadits Rosululloh sholallohu alaihi wasalam. Maka mepelajarai ilmu hadits secara khusus di antara bentuk langkah penjagaan terhadap kehormatan Rosululloh sholallohu alaihi wasalam.
Muhammad bin Sirin rohimahulloh berkata:
لَمْ يَكُونُوا يَسْأَلُونَ عَنْ الْإِسْنَادِ فَلَمَّا وَقَعَتْ الْفِتْنَةُ قَالُوا سَمُّوا لَنَا رِجَالَكُمْ فَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ وَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ فَلَا يُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ
“Sebelum terjadi fitnah (bid’ah), masalah isnad (atau sanad) tidak pernah dipertanyakan. Setelah terjadi fitnah, mulailah dipertanyakan. Jika sanad (hadits) dari Ahlus Sunnah, maka diambillah riwayatnya. Namun jika sanadnya dari ahlul bid’ah, maka ditolak riwayatnya.” (HR. Muslim No.27 dalam muqodimah kitab)
Mempelajari hadits berarti mempelajari pemahaman dan pengamalan Islam yang benar.
Pemahamaan Rosululloh sholallohu alaihi wasalam dan para shohabatnya tentang Islam adalah pondasi mendasar dalam Dienul Islam. bahkan merupakan prinsip dasar meniti shirorol mustaqim. Dan untuk mengetahui pemahaman ini pasti dengan mempelajari hadits-hadits Rosululloh sholallohu alaihi wasalam dan atsaar shohabat. Karena hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan mereka telah tercatat dalam hadits dan atsar.
Penulis: Abu Mujahidah al-Ghifari, Lc.
FOOTNOTE:
  1. Yahya bin Syarof, Shohih Muslim Bisyarhi al-Imam an-Nawawi, Tahqiq Muhamad Bayumi, Mesir: Daaru al-Ghod al-Jadid, Jilid 1, Hlm.26)
  2. Husain bin Muhamad al-Magribi, al-Badrudtamam Syarhu Bulughilmaram Min Adilatil Ahkam, Darulwafa: Cetakan kedua, 1426H / 2005M, Jilid 1, Hlm.7. Kitab ini adalah kitab asal muasal Subulusalam karya Imam as-Shon’ani, akan tetapi memang kitab Subulusalam lebih terkenal dari kitab aslinya. Subulusalam kitab ringkasan Badrudtamam, tapi imam as-Shon’ani juga menambahkan faidah-faidah yang sangat berharga dalam kitabnya.
  3. Muhamad bin Alias-Syaukani, Fath al-Qodir, Riyadh: Maktabah ar-Rusd, Cetakan kelima, 1428 H/ 2007 M, Jilid.3, Hlm.422.
  4. Abdurahman bin Nasir as-Sa’di, Taisir al-Karim ar-Rohman, Kairo: Daar al-Hadits, 1424 H/ 2003 M, Hlm.72
  5. Ibnu Qoyim al-Jauziyah, Zaadul Ma’ad Fi Hadyi Khoiril Ibad, tahqiq Syuaib al-Arna’ut dan Abdulqodir al-Arna’ut, Beirut: Mu’asasah ar-Risalah, Cetakan pertama, 1429H/ 2008M, Hlm.22
  6. Ahmad Syaakir, , Umdah at-Tafsir an al-Hafidz ibn katsir, Daar al-wafa: Beirut, Libanon, cetakan kedua, 1426 H / 2005 M, Jilid 2, Hlm.208
  7.  https://mimbarhadits.wordpress.com/2012/08/07/motivasi-belajar-hadits-nabi/

Keutamaan Mendidik Anak !

"Barangsiapa mengurus dan mendidik dua anak perempuan hingga mereka dewasa maka ia akan datang di Hari Kiamat bersamaku". Lalu, Nabi merapatkan jari-jemarinya. (Riwayat Muslim)

Syarat-syarat La ILaaha illAlloh

Seseorang yang mengucapkan kalimat syahadat la ilaaha illAlloh diharuskan memahami dan melaksanakan syarat-syaratnya agar kalimat yang ia ucapkan diterima di sisi Alloh subhanahu wa ta’ala. Syarat-syarat La Ilaha illAlloh adalah:

1)  al-‘Ilmu (ilmu atau pengetahuan tentang arti La Ilaha illAlloh).
Pengetahuan tentang arti La Ilaha IllAlloh adalah hal utama bagi seseorang yang bersaksi atas syahadat terse-but. Tanpa mengetahui artinya, tidak ada gunanya lafadz syahadat tersebut bagi yang bersaksi. Arti yang wajib di-ketahui bagi seseorang yang bersyahadat adalah arti glo-bal yang telah dijelaskan di atas (point 1).

Sedangkan arti detail, perlu dipelajari terus untuk menambah keimanan seseorang dan mencegahnya dari terjatuh kepada lawan syahadat tersebut, yaitu kesyirikan.
 “Maka ketahuilah bahwa tiada sesembahan (yang haq) selain Alloh.” QS. Muhammad (47): 19

2)  al-Yaqin (keyakinan tentang kebenaran syahadahnya).
Seseorang yang bersaksi La Ilaha IllAlloh dan di hati-nya meragukan kebenaran syahadat ini, maka syahadat-nya tidak akan diterima. Mempelajari isi syahadat pada khususnya dan agama Islam pada  umumnya dengan disertai doa kepada Alloh subhanahu wa ta’ala insya Alloh akan memperkuat keyakinan seseorang dari waktu ke waktu.
 “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanya-lah orang-orang yang beriman kepada Alloh dan Rosul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Alloh, mereka itulah orang-orang yang benar.” QS. al-Hujurat (49): 15

3)  al-Inqiyad (tunduk melaksanakan kandungannya).
Syahadat mempunyai berbagai tuntutan dan kandungan yang harus dilaksanakan sebagai konsekuensi dari keima-nan kita kepadanya. Terhadap berbagai tuntutan dan kan-dungan tersebut, kita harus tunduk kepadanya, lahir dan batin.

4)  al-Qabul (menerima, tidak menolak kandungan-kandungannya).
Syahadat tidak diterima dari seseorang yang menerima sebagian kandungan dan menolak sebagian lagi. Seperti hal-nya orang-orang murtad di Jazirah Arab ketika Rosululloh solallohu ‘alaihi wa sallam wafat dunia, mereka menerima seluruh ajaran Islam ke-cuali zakat. Maka mereka pun diperangi Abu Bakar se-bagai orang-orang yang keluar dari agama.
 “Apakah kalian beriman kepada sebagian dari al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tia-dalah balasan bagi orang yang berbuat demikian dari pada kalian, melainkan kenistaan dalam kehidupan du-nia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Alloh tidak lengah dari apa yang kalian perbuat.” QS.Al Baqoroh (2): 85

5)  al-Ikhlash (bersyahadat dan melaksanakan isinya hanya demi Alloh subhanahu wa ta’ala).
Artinya bahwa seseorang bersyahadat harus hanya karena Alloh subhanahu wa ta’ala  dan tidak mengharapkan apapun dari siapa pun juga, selain Alloh subhanahu wa ta’ala. 
 “Mereka tidak diperintahkan kecuali beribadah kepada Alloh dengan mengikhlaskan agama bagi-Nya.” QS. al-Bayyinah (98): 5

6)  ash-Shidq (jujur).
Yang dimaksud dengan jujur adalah bahwa syahadat yang diucapkan benar-benar meresap di dalam hati, bukan hanya di mulut saja.
Rosululloh solallohu ‘alaihi wa sallam  bersabda:
 “Barangsiapa mengucapkan La Ilaha IllAlloh dengan jujur dari hatinya, niscaya dia masuk surga.” (HR. Bukhori, Muslim dan Ahmad)

7)  al-Mahabbah (kecintaan).
Seseorang yang bersyahadat harus mencintai syahadat tersebut dan mencintai orang-orang yang bersyahadat lain-nya. Harus memberikan al-wala’ dan al-baro’ atas dasar syahadatnya tersebut. Yaitu berwala’ kepada ahli La Ilaha IllAlloh dan berbaro’ kepada musuh-musuh La Ilaha IllAlloh.
Rosululloh solallohu ‘alaihi wa sallam   bersabda:
“Ikatan iman yang paling kuat adalah mencintai karena Alloh dan membenci karena-Nya pula.” (HR. Ahmad)

Semoga apa yang telah kami jelaskan diatas mendapatkan pahala disisi-Nya dan bermanfaat bagi kita semua. Amiin

Indahnya Idul Qurban di MTs-MA Tahfizh Al Qur'an Hidayatullah Bandung

Di hari tasyrik yg terakhir kami kedatangan tamu dari Bank BNI Syariah, mereka berqurban di pesantren dan mengadakan lomba2 untuk para santri.
_Alhamdulillah,.._ menjadi sarana hiburan dan resfeshing santri disela-sela padatnya kegiatan belajar setiap hari.



Kehormatan Jangan Dijatuhkan, Kesalahan Jangan Dicari-cari

   Al-Qur'an ini tegas melarang tajassus alias mencari-cari kesalahan orang. Ini merupakan keburukan sangat besar


Oleh: Mohammad Fauzil Adhim



ALANGKAH banyak aib kita yang Allah Ta’ala tutupi. Andaikan aib itu berupa bau busuk, niscaya kita tak akan sanggup mencium aib kita sendiri. Sesiapa yang Allah Ta’ala telah tutupi aibnya saat berbuat dosa, maka janganlah ia menceritakan menyebarluaskannya kepada orang lain. Janganlah menjadi mujahirin.

Siapakah mujahirin itu? Orang yang melakukan perbuatan dosa secara terang-terangan. Mereka inilah orang yang tidak mendapat ampunan Allah Ta’ala. Termasuk mujahirin adalah orang yang melakukan perbuatan mungkar secara diam-diam, Allah Ta’ala pun tutupi, tetapi ia kemudian menceritakan kepada orang lain tanpa alasan yang haq.
Sangat banyak aib kita yang Allah Ta’ala tutupi. Maka hendaklah kita berusaha menjaga diri agar tak membuka aib orang lain & menyebarkannya.

Baca:  Membela Kehormatan Saudara

Tidakkah kita ingin termasuk yang dijamin Nabi shallaLlahu ‘alaihi wa sallam?
مَنْ رَدَّ عَنْ عِرْضِ أَخِيْهِ, رَدَّ اللهُ وَجْهَهُ النَّارَ
“Sesiapa mempertahankan kehormatan saudaranya yang akan dicemarkan orang, maka Allah akan menolak api neraka dari mukanya pada hari Kiamat.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad).
Hadis yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan Ahmad ini menunjukkan betapa melindungi kehormatan seorang muslim akan menyelamatkan seseorang dari api neraka. Kehormatan seorang muslim sama mulianya dengan darahnya; tak boleh menetes sedikit pun tanpa alasan yang dibenarkan.

Jika menjaga kehormatan saudara seiman dan menutupi aibnya merupakan kemuliaan, maka menyebarluaskan tanpa hak (ghibah) sangat tercela. Menggunjing (ghibah) itu ibarat memakan bangkai saudaranya; pertanda sangat busuk dan kejinya perbuatan yang kadang terasa mengasyikkan itu.

Ingatlah, wahai diriku yang bertumpuk kesalahan, sesungguhnya setiap muslim itu mulia. Haram kita ciderai darahnya, kehormatan dan hartanya. Sesungguhnya Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ، دَمُهُ وَعِرْضُهُ وَمَالُهُ
“Setiap muslim terhadap muslim yang lain adalah haram, yaitu darahnya, kehormatannya dan hartanya.” (HR. Muslim).

Tidakkah kita perhatikan ini?
Tidak ada yang memudahkan kita untuk merusak kehormatan sesama muslim kecuali karena lemahnya iman. Terlebih jika sudah ada buruk sangka. Penyebab lain yang menggelincirkan kita merusak kehormatan saudara seiman adalah besarnya kemaksiatan diri yang hendak ditutupi. Sesungguhnya kemaksiatan yang beriring dengan kezaliman dan kejahatan itu membuat seseorang cemas terhadap terbukanya aib.

Nurani yang bersih membuat kita merasa gelisah dan malu apabila berbuat maksiat. Dan semakin bertambah kegelisahan itu jika kemungkarannya besar. Kecemasan terhadap aib yang tak dapat ditutupi akan semakin besar dan menakutkan pada orang yang terbiasa membuka aib orang lain, padahal ia sedang memperbuat kemungkaran besar yang mengancam kehormatan diri serta kedudukannya di tengah-tengah manusia. Jika kemaksiatan dan buruk sangka telah mengakar pada diri seseorang, maka pintu keburukan berikutnya yang segera ia masuki adalah tajassus.

Baca: Jauhi Perdebatan yang Mencelakakan!

Apakah tajassus itu? Mencari-cari kesalahan hingga mencari kemungkinan yang tersulit sekalipun. Jika mendapati, ia besarkan kesalahan itu. Semakin besar semangat untuk melakukan tajassus, semakin besar pula kecenderungan membesar-besarkan kesalahan atau kekeliruan yang kecil. Apa yang sebenarnya merupakan kekhilafan dalam urusan sederhana yang wajar terjadi dan sepatutnya dimaafkan, ditampak-tampakkan sebagai kejahatan besar. Jika tidak segera bertaubat dari keburukan ini, ia dapat terperosok kepada keburukan yang lebih besar, yakni mengada-adakan kesalahan.

Apa bedanya? Mencari-cari kesalahan memang berusaha sekuat tenaga menemukan keburukan seseorang, sedangkan mengada-adakan lebih buruk lagi. Mengada-adakan kesalahan itu ia mengetahui betul bahwa tidak ada kesalahan pada orang tersebut, tetapi ia menisbahkan kesalahan kepadanya; mengesankan kepadanya bahwa ia berbuat kesalahan yang sangat besar. Ini semua termasuk fitnah yang keji. Ghibah itu buruk. Tajassus itu sangat buruk. Dan lebih buruk lagi adalah melakukan fitnah. Karena itu, kita perlu berhati-hati terhadap buruk sangka agar tidak tergelincir kepada tajassus atau yang lebih buruk lagi, yakni fitnah.

Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang lain (tajassus) dan jangan pula menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan bangkai saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat, 49 : 12).

Firman Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an ini tegas melarang tajassus alias mencari-cari kesalahan orang. Ini merupakan keburukan sangat besar. Buruknya tajassus, apalagi jika sampai mengada-adakan kesalahan, akan lebih besar kerusakannya jika menimpa tokoh, sosok panutan dan penguasa. Maka, ikhtiar agar tidak bermudah-mudah menjatukan kehormatan sesama muslim, kita perlu memperbaiki iman, menjaga lisan dan menjaga diri.

Baca: Kehormatan Perempuan, Ujung Tombak Peradaban

Ingatlah sejenak sabda Nabi shallaLlahu ‘alaihi wa sallam:
أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ الأَجْوَفَانِ : الفَمُ و الْفَرَجُ
“Yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka adalah dua lubang: mulut dan kemaluan.” (HR. Tirmidzi, Ahmad dan lainnya).
Semoga Allah Ta’ala melindungi kita, para tokoh serta sosok panutan kita maupun para penguasa dari merusak kehormatan, tajassus dan mengada-adakan kesalahan.*

Tulisan diambil dari FB. Mohammad Fauzil Adhim
 https://www.hidayatullah.com/kolom/meminang-surga/read/2017/04/06/114424/kehormatan-jangan-dijatuhkan-kesalahan-jangan-dicari-cari.html

Akhlak Para Ulama Yang Perlu Kita Tiru

IMAM TAQIYUDDIN IBNU TAIMIYAH AL HARRANI adalah seorang mujtahid di madzhab Hanbali. Meski banyak perbedaan pandangan, Ibnu Taimiyyah tetap menghormati ulama madzhab lain.
Pada suatu saat, ‘Alauddin Al Baji (724 H), salah satu ulama madzhab As Syafi’i, mutakallim dari kalangan Asy`ari, yang mempunyai majelis perdebatan bertemu dengan Ibnu Taimiyah.  Al Baji berkata kepada Ibnu Taimiyah: ”Bicaralah, kita membahas permasalahan denganmu.”
Akan tetapi Ibnu Taimiyah menjawab,”Orang sepertiku tidak akan berbicara di hadapan Anda, tugasku adalah mengambil faidah dari anda.” (Tabaqat As Syafi’iyah Al Kubra, 10/341)

Kunci Amalan yang Membuat Hidup Lebih “Hidup”

      Jika hidup suka melampiaskan kemarahan dan enggan memaafkan, maka dia memastikan diri terperosok dalam ketidakbahagiaan
   

          MENJADI Muslim itu mudah, murah dan tentu saja berkah. Sebab semua dimensi empiris dan material yang dijalani diliputi oleh dimensi spiritual yang meneguhkan sekaligus menenangkan.
Oleh karena itu, Islam selalu menganjurkan doa dalam setiap aktivitas yang umat Islam lakukan, mulai dari bangun tidur sampai akan tidur lagi, banyak aktivitas yang harus diawali dan ditutup dengan doa. Makan, minum, tidur, berkendara, memakai baju, mandi, dan lain sebagainya.
Tetapi, mengapa masih ada sebagian dari kita yang hidupnya galau, penuh amarah dan karena itu tidak bahagia? Boleh jadi karena tidak memahami Islam atau belum benar-benar meresapi dan mengamalkan ajaran Islam dengan baik dan konsisten.
         Tetapi, amalan di dalam Islam kan banyak sekali. Benar, dan karena itu mari kita lihat tiga di antaranya yang merupakan amalan harian yang harus dilakukan oleh umat Islam.
      Pertama, Shalat
Shalat sebagai tiang agama mencakup semua dimensi kehidupan, mulai dari gerak fisik, rasa, pikir dan hati, dan yang paling menarik adalah sisi waktunya.
        Orang yang Shalatnya tertib akan memiliki kedisiplinan tinggi di dalam kehidupannya. Misalnya soal disiplin waktu. Mereka yang istiqomah Shalat Shubuh apalagi tahajjud, hampir kecil peluangnya untuk terlambat dalam aktivitas kerjanya. Lebih dari itu, wajahnya berseri-seri, karena bangun di waktu yang tepat, yakni di waktu sahur atau sebelumnya.
        ‘The mind must be fully made up that to rise early is a duty” (Pikiran harus sepenuhnya diarahkan untuk memahami bahwa bangun lebih awal adalah tugas), demikian kata Benjamin Franklin memberikan motivasi.
        Tetapi, bagi kita, bangun lebih awal sebenarnya keuntungan besar, karena bisa menghadap Allah melalui beberapa jenis Shalat. Mulai Shalat tahajjud, Shalat witir, Shalat sunnah fajar, sampai Shalat Shubuh.
          Katakanlah jika kita tinggal di Jabodebek, bangun jam 4 dini hari, maka sampai tiba waktu shubuh ada empat jenis Shalat yang dilakukan secara berurutan. Artinya, gerak fisik untuk kesehatan tubuh telah ditunaikan.
Dalam teori kesehatan “physical activity” merupakan salah satu hal penting untuk menunjang kesehatan dan tentu saja kebahagiaan seseorang.
          Katherine Zeratsky mengatakan, “Aktivitas fisik tidak saja baik bagi kita, tetapi juga memberikan jalan (terbaik) untuk memanfaatkan waktu.”
Dengan bangun lebih awal, kita tidak saja mendapatkan keesempatan menghirup oksigen dengan baik, tetapi juga mendirikan Shalat yang memenuhi kriteria aktivitas fisik yang pada saat itu pula juga bermunajat kepada Allah.
          Jika ini diamalkan, apakah mungkin hati seorang hamba diliputi selain dari pada ketentraman dan keyakinan kepada Allah Ta’ala? Apakah mungkin masih ada kemalasan yang ingin dilampiaskan?
Artinya, orang yang melakukannya benar-benar akan bahagia dalam hidupnya.
         Kedua, memafkan
Dalam hidup, manusia tidak bisa lepas dari yang namanya interaksi dengan sesama. Dan, dalam interaksi itu tentu saja ada hal-hal yang membutuhkan kebesaran jiwa.
Ketika sedang berkendara misalnya, tiba-tiba ada pengendara lain yang secara mendadak memotong jalan dan berbelok, yang kalau Allah tidak jadikan reflek diri segera melakukan pengereman, insiden tidak bisa dihindarkan. Dalam situasi seperti itu, kebanyakan orang spontan berkata kasar atau tidak patut. Tetapi, kalau bisa memaafkan maka itu lebih baik        
        Dan, tentu saja masih banyak kejadian lain yang membutuhkan pemaafan dari kita. Mulai dari cemooh orang di jalanan, sikap cuek mereka dalam berlalu lintas, bahkan sampai pada tahap pasangan begitu sering memprotes kebaikan-kebaikan yang kita upayakan sekuat tenaga, hingga anak yang sepertinya tidak mau mengerti kehendak orang tua. Semua butuh pemaafan.
Ketika kita memaafkan, hal buruk apapun tidak akan mengotori hati, sehingga pikiran kita tetap positif. Tetapi begitu kita tidak memaafkan, emosi akan naik dan tentu saja reaksi dalam tubuh kita menjadi tidak produktif untuk berpikir benar.
Betapa pentingnya memaafkan ini, Allah sampai jadikan sebagai satu poin dari karakter insan bertaqwa.
ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلۡڪَـٰظِمِينَ ٱلۡغَيۡظَ وَٱلۡعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ‌ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ (١٣٤)
“[yaitu] orang-orang yang menafkahkan [hartanya], baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan [kesalahan] orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (134).” (QS. Ali Imran [3]: 134).

       Mengapa memaafkan itu penting dan dinilai sebagai wujud ketaqwaan dalam pandangan Allah?
Alasannya jelas, karena memaafkan itu memang tidak mudah. “Forgiveness isn’t always easy.”
Dengan kata lain, orang yang hidupnya suka melampiaskan kemarahan, kekesalan dan tidak mau memaafkan, maka dia telah memastikan dirinya sendiri terperosok dalam ketidakbahagiaan.
Sebab sebuah riset membuktikan bahwa sikap memaafkan akan berdampak positif terhadap kesehatan; gejala fisik, obat yang digunakan, kualitas tidur, kelelahan, dan keluhan somatik. Jadi, memaafkan itu membahagiakan.
       Ketiga, bersyukur
Bersyukur satu sisi adalah perintah dari Allah, tetapi sisi yang lain bersyukur adalah kebutuhan hidup manusia itu sendiri.
Orang yang bersyukur akan mendapatkan banyak keuntungan. Mulai dari mengalami stres dalam tingkat terendah dalam menghadapi dinamika kehidupan sampai pada merasakan ketenangan kala malam tiba, terlebih jika diiringi dengan ibadah di malam hari.
       Lebih jauh, sebuah studi yang diterbitkan dalam Personality and Individual Differences pada tahun 2012 menyebutkan bahwa bersyukur dapat menjadikan seseorang mengalami lebih sedikit sakit dan nyeri, menimbulkan rasa lebih sehat di dalam hati, terdorong untuk sadar dengan kesehatan dan tenu saja sangat besar kemungkinan berkontribusi untuk berumur panjang.
Oleh karena itu, bersyukurlah kepada Allah, kepada pasangan, kepada anak, kepada tetangga, dan tentu saja kepada orang tua kita, guru dan mereka yang banyak mengarahkan kita pada jalan kebenaran.
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim [14]: 7). Wallahu a’lam.*

 ( https://www.hidayatullah.com/kajian/gaya-hidup-muslim/read/2017/08/14/121453/kunci-amalan-yang-membuat-hidup-lebih-hidup.html/2)