Halaman

Bidadari Surga !

Dalam hembusan angin
Ku goreskan tinta diatas kosongnya kertas
Segala kata yang terlintas, kutulis sebuah Cinta
Cinta yang tak mungkin dapat tersurat
Dan tak dapatpula tersirat.
                 
Sungguh.........
Kasih sayang darinya telah dapat kurasa
Hingga hati ini, semakin merasa
Rasa yang berawal dari dalam sukma
Kini menjadi tetesan air mata

Teringat...........
Dulu kala si kecil diasuhnya
Walau sesulit apapun tak menjadi beban hidupnya.
Dengan keikhlasan ia berikan yang terbaik
Tanpa kenal lelah juga letih

Kini....
Waktu yang telah lalu tak dapat ku ulang kembali
Masa lalu akan tetap masa lalu
Yang tersisa hanyalah sebuah kenangan
Kenangan yang menyertai do'a dalam sujudku

Mataku.....
Seakan berkeringat kesedihan.
Angin berhembus menjatuhkan butir-butir bening
Biarlah mata ini haus dan kering
Namun cintaku takkan pernah hilang dan kering

Untukmu....
Wahai Bidadari Surga............

Kelas XI MA
Akmal Dinul Islam

Hadist Tentang Niat Dalam Beramal !

PENTINGNYA MENATA NIAT DALAM SETIAP BERAMAL
 
Amirul Mukminin, Abu Hafsh, Umar bin Khaththab ra. berkata, "Aku mendengar Rasullah saw. bersabda, 'Segala perbuatan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan (pahala) apa yang diniatkannya. Barangsiapa berhijrah (ke madinah) untuk mencari ridho Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa berhijrah untuk mencari harta dunia atau untuk seorang perempuan yang hendak nikahi, maka hijrahnya hanya untuk itu (tidak mendapatkan pahala di sisi Allah)." (Muttafaq'alaihi). Diriwayatkan oleh Imamnya para ahli hadist Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah Bardizbah Al-Ju'fy Al-Bukhari dan Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairi Annaisabury ra.

Pelajaran-Pelajaran Hadist
1. Para ulama sepakat bahwa niat adalah syarat mutlak agar suatu amal diganjar atau dibalas dengan pahala. Namun, apakah niat merupakan syarat sahnya suatu amal atau perbuatan, mereka berbeda pendapat. Ulama Syafi'iyah menyebutkan, "Niat adalah syarat sahnya suatu amal atau perbuatan yang bersifat 'pengantar' seperti wudhu, dan yang bersifat 'tujuan' seperti sholat.
2. Niat dilakukan di hati, dan tidak ada keharusan untuk diucapkan.
3. Iklas karena Allah merupakan salah satu syarat diterimanya amal atau perbuatan

"Disari dari kitan Syarah Riyadhus Shalihin Imam Nawawi"

Kami Para Santri Juga Peduli Raohingnya

Belajar adalah keharusan, Bahkan jika rasa sakit yang menjadi Guru Kita.
Ini semua karena aqidah yang sama dan juga sebagai makhluk yang sama. Kami peduli..
#saverohingnya
#santripeduli


Pondok Pesantren Hidayatullah Bandung Tampak Dari Depan










Santri MTs dan MA Tahfizh Al Qur'an Hidayatullah Peduli Rohingnya


Motivasi belajar hadits Nabi

Hadits nabi adalah wahyu Alloh azza wa jalla. Ia merupakan penjelas kalamulloh al-Qur’an. Kedua-duanya merupakan pedoman utama bagi seorang muslim dalam hukum dengan segala seginya. Memahami dan mempelajari hadits Nabi adalah bekal utama seseorang dalam itiba ar-Rosul sebagai syarat diterimanya ibadah.
Imam an-Nawawi rohimahulloh mengatakan:
Maka sesungguhnya menyibukan dengan ilmu merupakan taqorub dan ketaatan yang lebih utama, kebaikan yang sangat penting, ibadah yang sangat di tekankan, dan yang lebih utama untuk menafkahkan waktu berharga untuknya… Dan diantara ilmu yang sangat penting adalah mengetahui hadits-hadits Nabi [1].
Muhamad Syuhud seorang pentahqiq kitab hadits Badrudtamam karya al-Magribi mengatakan dalam muqodimah kitabnya:
Alloh telah menurunkan kitab-Nya yang mulia pada Nabi yang ummie sholallohu alaihi wasalam untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya dengan ijin tuhan-Nya. Dan agar dijadikan syari’ah dan manhaj.  Dan Dia menurunkan as-Sunnah yang mulia untuk menjelaskan hal-hal yang butuh penjelasan, menerangkan akan hal-hal yang butuh keterangan, merinci apa-apa yang butuh dirinci, maka hal ini menjadikan al-Kitab danas-Sunnah dua keharusan yang satu diantaranya tidak bisa dipisahkan dari yang lain. [2]
Kedudukan mulia hadits Nabi sebagaimana kedudukan as-Sunnah dalam Islam. Mempelajarinya berarti mengantarkan penuntutnya meraih kemuliaan. Hadits Nabi adalah ilmu yang hakiki dan kebenaran yang pasti.
Imam Syafii rohimahulloh menuturkan:
كُلُّ الْعُلُومِ سِوَى الْقُرْآنِ مَشْغَلَةٌ                          إِلَّا الْحَدِيثَ وَإِلَّا الْفِقْهَ فِي الدِّينِ
الْعِلْمُ مَا كَانَ فِيهِ قَالَ حَدَّثَنَا                             وَمَا سِوَى ذَاكَ وَسْوَاسُ الشَّيَاطِينِ
Seluruh ilmu selain al-Qur’an menyibukan ** Kecuali hadits dan fiqih dalam agama
Ilmu adalah yang diriwayatkan kepada kami ** Selain itu adalah was-was syaiton
Mempelajari hadits Nabi secara umum adalah hal yang sangat mulia sekali dalam Islam. Hal ini, karena kedudukan hadits itu sendiri sebagai pedoman keselamatan manusia. Berikut ini beberapa keutamaan mempelajari hadits Nabi:
Mempelajari hadits berarti mempelajari kepribadian tauladan manusia.
Rosululloh sholallohu alaihi wasalam tauladan utama dalam memahami dan mengamalkan Islam. Ucapan, prilaku, keputusan yang bersumber dari Rosululloh sholallohu alaihi wasalam merupakan petunjuk yang benar dalam meniti Islam, inilah yang disebut dengan hadits. Maka mepelajari hadits akan menyebabkan meraih ridho Alloh dan kebahagiaan akherat. Alloh azza wajalla berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rosululloh itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Alloh dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Alloh.” (QS. Al-Ahzab: 21)
Muhammad bin Ali as-Syaukani rohimahulloh mengatakan tentang ayat di atas, “Banyak sekelompok dari kalangan sahabat yang berdalil dengan menggunakan ayat ini untuk berbagai banyak masalah yang meliputi di dalam kitab-kitab as-Sunnah,” [3]
Abdurahman bin Nasir as-Sa’di rohimahulloh mengatakan:
Ahli ushul banyak yang berdalil dengan ayat ini akan hujjah-nya prilaku Rosululloh sholallohu alaihi wasalam.  Maka hukum asalnya adalah bahwa (Rosululloh) adalah tauladan ummatnya dalam masalah hukum kecuali jika ada dalil yang menunjukan kekhususan beliau. Tauladan itu ada dua jenis, yaitu tauladan yang baik dan tauladan yang buruk, maka tauladan yang baik ada pada diri Rosululloh sholallohu alaihi wasalam, Maka seseorang yang mengikutinya adalah orang yang menempuh jalan meraih karomah Alloha yaitu shirotolmustaqim sedangan meneladani selainnya jika menyelisihinya maka itu merupakan tauladan yang buruk. [4]
Berkaitan dengan ayat di atas Alloh berfirman memuji keagungan akhlak Rosul-Nya dan ini menunjukan keagungan akhlak tauladan umat manusia:
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (QS. al-Qolam [68]: 4)
 Mempelajari hadits Nabi sebagai wasilah meraih kebahagiaan dunia akherat.
Kebahagiaan yang akan diraih dari seorang yang mempelajari hadits jika ia mengamalkannya dengan senantiasa berpegang teguh terhadapnya, tidak akan tersesat di dunia dan tidak akan tersiksa di akherat karena hadits adalah petunjuk Nabi. sholallohu alaihi wasalam, Alloh ta’ala berfirman:
فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى
“Barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku dia tidak akan sesat  dan tidak akan celaka.” (QS. Thoha: 123).
Rosululloh sholallohu alaihi wasalam bersabda:
(( إنِّي قد تركت فيكم شيئين لن تضلُّوا بعدهما: كتاب الله وسنَّتي ))
“Sesungguhnya aku telah tinggalkan untuk kalian dua perkara yang kalian dengannya tidak akan tersesat: Kitabulloh dan sunnahku.” (HR. al-Hakim)
Imam Ibnu Qoyim al-Jauziyah rohimahulloh mengatakan:
Dan tatkala kebahagiaan seorang hamba di dunia dan akherat terkait dengan petunjuk Nabi sholallohu alaihi wasalam maka wajib bagi seorang yang menasehati dirinya sendiri, yang lebih mencintai keselamatan dan kebahagiaan untuk mengetahui petunjuk dan perjalanan hidupnya serta kondisinya yang mengeluarkan dirinya dari kejahiliyahan.” [5]
Mempelajari hadits adalah Bekal pembinaan umat di bawah naungan wahyu ilahi
Al-Qur’an dan as-Sunnah induk dari semua ilmu. Dan ilmu yang benar adalah ilmu yang selaras dengan keduanya dan tidak bertentangan dengan dua wahyu Alloh tersebut. Seseorang yang ingin mendalami Islam atau bagi seorang yang mengusung dakwah mulia ini harus mempelajari hadits Nabi karena syarat dakwah harus sesuai dengan Qur’an dan Sunnah. Terlebih mengusung dakwah untuk kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah.
Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
“Dan sungguh tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali agar mereka dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah:122)
Para shohabat Rosul yang tidak berangkat jihad atas ijin beliau dalam sariyah (utusan perang yang Nabi tidak ikut serta di dalamnya), mereka belajar kepada Rosululloh sholallohu alaihi wasalam. Mempelajari apa-apa yang diwahyukan Alloh kepada Nabi mereka, baik berupa wahyu al-Qur’an maupun hadits.
Berkaiatan dengan ayat di asat Ibnu Katsir rohimahulloh berkata:
Jika pasukan perang sariyah  telah pulang sedangkan telah turun setelah mereka Qur’an yang telah dipelajari oleh orang yang tidak ikut serta perang (dengan ijin Nabi) dari Nabi sholallohu alaihi wasalam mereka berkata, “Sesungguhnya Alloh telah menurunkan al-Qur’an kepada Nabi kalian dan kami telah mempelajarinya.” Maka pasukan sariyah-pun mempalajari apa yang telah turun kepada Nabi mereka. [6]
Maka ayat ini harus dijadikan motivasi bagi orang yang sedang membina ummat agar ia lebih semangat belajar kitab wahyu ilahi untuk bekal dirinya dan juga umatnya. Dan sungguh tidak pantas orang yang mendakwahkan Qur’an Sunnah tapi ia tidak mengeti akan keduanya.
Mempelajari hadits Nabi sebagai benteng membela Rosul dari para pencela dan pendusta.
Sejak munculnya firqoh-firqoh sesat. Maka para ulama hadits senantiasa waspada dalam menerima hadits. Mereka meletakan kaidah-kaidah untuk menjaga hadits Rosululloh sholallohu alaihi wasalam. Maka mepelajarai ilmu hadits secara khusus di antara bentuk langkah penjagaan terhadap kehormatan Rosululloh sholallohu alaihi wasalam.
Muhammad bin Sirin rohimahulloh berkata:
لَمْ يَكُونُوا يَسْأَلُونَ عَنْ الْإِسْنَادِ فَلَمَّا وَقَعَتْ الْفِتْنَةُ قَالُوا سَمُّوا لَنَا رِجَالَكُمْ فَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ وَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ فَلَا يُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ
“Sebelum terjadi fitnah (bid’ah), masalah isnad (atau sanad) tidak pernah dipertanyakan. Setelah terjadi fitnah, mulailah dipertanyakan. Jika sanad (hadits) dari Ahlus Sunnah, maka diambillah riwayatnya. Namun jika sanadnya dari ahlul bid’ah, maka ditolak riwayatnya.” (HR. Muslim No.27 dalam muqodimah kitab)
Mempelajari hadits berarti mempelajari pemahaman dan pengamalan Islam yang benar.
Pemahamaan Rosululloh sholallohu alaihi wasalam dan para shohabatnya tentang Islam adalah pondasi mendasar dalam Dienul Islam. bahkan merupakan prinsip dasar meniti shirorol mustaqim. Dan untuk mengetahui pemahaman ini pasti dengan mempelajari hadits-hadits Rosululloh sholallohu alaihi wasalam dan atsaar shohabat. Karena hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan mereka telah tercatat dalam hadits dan atsar.
Penulis: Abu Mujahidah al-Ghifari, Lc.
FOOTNOTE:
  1. Yahya bin Syarof, Shohih Muslim Bisyarhi al-Imam an-Nawawi, Tahqiq Muhamad Bayumi, Mesir: Daaru al-Ghod al-Jadid, Jilid 1, Hlm.26)
  2. Husain bin Muhamad al-Magribi, al-Badrudtamam Syarhu Bulughilmaram Min Adilatil Ahkam, Darulwafa: Cetakan kedua, 1426H / 2005M, Jilid 1, Hlm.7. Kitab ini adalah kitab asal muasal Subulusalam karya Imam as-Shon’ani, akan tetapi memang kitab Subulusalam lebih terkenal dari kitab aslinya. Subulusalam kitab ringkasan Badrudtamam, tapi imam as-Shon’ani juga menambahkan faidah-faidah yang sangat berharga dalam kitabnya.
  3. Muhamad bin Alias-Syaukani, Fath al-Qodir, Riyadh: Maktabah ar-Rusd, Cetakan kelima, 1428 H/ 2007 M, Jilid.3, Hlm.422.
  4. Abdurahman bin Nasir as-Sa’di, Taisir al-Karim ar-Rohman, Kairo: Daar al-Hadits, 1424 H/ 2003 M, Hlm.72
  5. Ibnu Qoyim al-Jauziyah, Zaadul Ma’ad Fi Hadyi Khoiril Ibad, tahqiq Syuaib al-Arna’ut dan Abdulqodir al-Arna’ut, Beirut: Mu’asasah ar-Risalah, Cetakan pertama, 1429H/ 2008M, Hlm.22
  6. Ahmad Syaakir, , Umdah at-Tafsir an al-Hafidz ibn katsir, Daar al-wafa: Beirut, Libanon, cetakan kedua, 1426 H / 2005 M, Jilid 2, Hlm.208
  7.  https://mimbarhadits.wordpress.com/2012/08/07/motivasi-belajar-hadits-nabi/

Keutamaan Mendidik Anak !

"Barangsiapa mengurus dan mendidik dua anak perempuan hingga mereka dewasa maka ia akan datang di Hari Kiamat bersamaku". Lalu, Nabi merapatkan jari-jemarinya. (Riwayat Muslim)

Syarat-syarat La ILaaha illAlloh

Seseorang yang mengucapkan kalimat syahadat la ilaaha illAlloh diharuskan memahami dan melaksanakan syarat-syaratnya agar kalimat yang ia ucapkan diterima di sisi Alloh subhanahu wa ta’ala. Syarat-syarat La Ilaha illAlloh adalah:

1)  al-‘Ilmu (ilmu atau pengetahuan tentang arti La Ilaha illAlloh).
Pengetahuan tentang arti La Ilaha IllAlloh adalah hal utama bagi seseorang yang bersaksi atas syahadat terse-but. Tanpa mengetahui artinya, tidak ada gunanya lafadz syahadat tersebut bagi yang bersaksi. Arti yang wajib di-ketahui bagi seseorang yang bersyahadat adalah arti glo-bal yang telah dijelaskan di atas (point 1).

Sedangkan arti detail, perlu dipelajari terus untuk menambah keimanan seseorang dan mencegahnya dari terjatuh kepada lawan syahadat tersebut, yaitu kesyirikan.
 “Maka ketahuilah bahwa tiada sesembahan (yang haq) selain Alloh.” QS. Muhammad (47): 19

2)  al-Yaqin (keyakinan tentang kebenaran syahadahnya).
Seseorang yang bersaksi La Ilaha IllAlloh dan di hati-nya meragukan kebenaran syahadat ini, maka syahadat-nya tidak akan diterima. Mempelajari isi syahadat pada khususnya dan agama Islam pada  umumnya dengan disertai doa kepada Alloh subhanahu wa ta’ala insya Alloh akan memperkuat keyakinan seseorang dari waktu ke waktu.
 “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanya-lah orang-orang yang beriman kepada Alloh dan Rosul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Alloh, mereka itulah orang-orang yang benar.” QS. al-Hujurat (49): 15

3)  al-Inqiyad (tunduk melaksanakan kandungannya).
Syahadat mempunyai berbagai tuntutan dan kandungan yang harus dilaksanakan sebagai konsekuensi dari keima-nan kita kepadanya. Terhadap berbagai tuntutan dan kan-dungan tersebut, kita harus tunduk kepadanya, lahir dan batin.

4)  al-Qabul (menerima, tidak menolak kandungan-kandungannya).
Syahadat tidak diterima dari seseorang yang menerima sebagian kandungan dan menolak sebagian lagi. Seperti hal-nya orang-orang murtad di Jazirah Arab ketika Rosululloh solallohu ‘alaihi wa sallam wafat dunia, mereka menerima seluruh ajaran Islam ke-cuali zakat. Maka mereka pun diperangi Abu Bakar se-bagai orang-orang yang keluar dari agama.
 “Apakah kalian beriman kepada sebagian dari al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tia-dalah balasan bagi orang yang berbuat demikian dari pada kalian, melainkan kenistaan dalam kehidupan du-nia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Alloh tidak lengah dari apa yang kalian perbuat.” QS.Al Baqoroh (2): 85

5)  al-Ikhlash (bersyahadat dan melaksanakan isinya hanya demi Alloh subhanahu wa ta’ala).
Artinya bahwa seseorang bersyahadat harus hanya karena Alloh subhanahu wa ta’ala  dan tidak mengharapkan apapun dari siapa pun juga, selain Alloh subhanahu wa ta’ala. 
 “Mereka tidak diperintahkan kecuali beribadah kepada Alloh dengan mengikhlaskan agama bagi-Nya.” QS. al-Bayyinah (98): 5

6)  ash-Shidq (jujur).
Yang dimaksud dengan jujur adalah bahwa syahadat yang diucapkan benar-benar meresap di dalam hati, bukan hanya di mulut saja.
Rosululloh solallohu ‘alaihi wa sallam  bersabda:
 “Barangsiapa mengucapkan La Ilaha IllAlloh dengan jujur dari hatinya, niscaya dia masuk surga.” (HR. Bukhori, Muslim dan Ahmad)

7)  al-Mahabbah (kecintaan).
Seseorang yang bersyahadat harus mencintai syahadat tersebut dan mencintai orang-orang yang bersyahadat lain-nya. Harus memberikan al-wala’ dan al-baro’ atas dasar syahadatnya tersebut. Yaitu berwala’ kepada ahli La Ilaha IllAlloh dan berbaro’ kepada musuh-musuh La Ilaha IllAlloh.
Rosululloh solallohu ‘alaihi wa sallam   bersabda:
“Ikatan iman yang paling kuat adalah mencintai karena Alloh dan membenci karena-Nya pula.” (HR. Ahmad)

Semoga apa yang telah kami jelaskan diatas mendapatkan pahala disisi-Nya dan bermanfaat bagi kita semua. Amiin

Indahnya Idul Qurban di MTs-MA Tahfizh Al Qur'an Hidayatullah Bandung

Di hari tasyrik yg terakhir kami kedatangan tamu dari Bank BNI Syariah, mereka berqurban di pesantren dan mengadakan lomba2 untuk para santri.
_Alhamdulillah,.._ menjadi sarana hiburan dan resfeshing santri disela-sela padatnya kegiatan belajar setiap hari.